Monday, April 13, 2009

Kendala Pemanfaatan Hutan

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia.Hutan sangat berguna untuk kelangsungan hidup manusia seperti hutan dapat menyimpan banyak air dan juga membantu sirkulasi dan metabolisme. Namun kenyataannya banyak sekali hutan yang sudah dirusak oleh manusia demi kepentingan mereka sendiri tanpa mau bertanggung jawab. Indonesia merupakan Negara yang memiliki daerah hutan yang luas. Indonesia memiliki hutan tropis seluas 120,35 juta hektar atau 63 persen dari luas daratan. Dari luas keseluruhan hutan tersebut, telah dilakukan pembagian peruntukan hutan berdasarkan fungsinya yang terdiri dari hutan konservasi 20,5 juta hektar, hutan lindung 33,52 juta hektar, hutan produksi terbatas 23,06 juta hektar, hutan produksi 35,2 juta hektar, dan hutan produksi yang dapat dikonversi 8,07 juta hektar.





Selama lebih dari tiga dekade, dari sudut pandang ekonomi, sosial, dan ekologi, perkembangan pengelolaan hutan di Indonesia mengalami ketidakseimbangan dalam mempertahankan aspek-aspek tersebut. Sektor kehutanan telah menjadi tulang punggung pembangunan nasional, baik sebagai penghasil devisa, pemacu aktivitas sektor lain, maupun pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional, baik langsung maupun melalui multiplier effect-nya. Contohnya, bagi masyarakat lokal, pembangunan sektor kehutanan sampai saat ini belum meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai harapan. Terdapat sekitar 10 juta jiwa penduduk miskin di sekitar hutan yang masih memerlukan akses keterlibatan dalam pengelolaan hasil hutan bagi mata pencaharian dan kesejahteraan hidupnya. Sedangkan dari sisi ekologi, praktik pengelolaan hutan itu telah menyebabkan degradasi hutan yang perlu mendapat perhatian semua pihak.
Kondisi hutan saat ini menunjukkan fakta yang cukup memprihatinkan, menurut data yang saya temukan, yaitu adanya kerusakan hutan selama 12 tahun (periode 1985-1997) untuk Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, yang mencapai rata-rata 1,6 juta hektar per tahun. Bahkan pada periode 1997-2000 deforestasi di lima pulau besar mencapai rata-rata sebesar 2,83 juta hektar per tahun. Kerusakan ini termasuk kerusakan hutan akibat kebakaran hutan pada tahun 1997-1998 seluas 9,7 hektar. Namun, untuk periode 2000-2005, laju deforestasi hanya 1,18 juta hektar per tahun. Dengan demikian, selama kurun tahun 2000-2005 terjadi penurunan laju deforestrasi sebesar 60 % dibanding periode 1997-2000. Namun meski begitu, beberapa hari yang lalu saat saya menonton televisi, saya mendapatkan informasi yang mengejutkan bahwa ternyata Indonesia adalah negara yang mengalami kerusakan hutan/deforestrasi paling parah di setiap tahunnya dengan pulau Sumatera sebagai pulau yang mengalami kerusakan hutan paling parah.
Kondisi hutan seperti ini banyak sekali disebabkan oleh adanya eksploitasi yang berlebih oleh perusahaan-perusahaan industri baik mebel maupun pulp. Mereka terlalu banyak menebang hingga lupa akan kondisi hutan yang mereka tebangi pohom-pohonnya. Jika hal ituterus-terusan terjadi, bukannya tidak mungkin jika hutan-hutan di Indonesia akan menjadi gundul di masa depan kelak. Selain itu banyak sekali efek yang dapat ditimbulkan bila suatu hutan mengalami kerusakan atau gundul. Hutan dapat tidak lagi berfungsi untuk menyimpan air dan tidak kuat untuk menahan tanah yang akan longsor nantinya. Hal hal terebut jelas sangat merugikan masyarakat apalagi penduduk yang tinggal di sekitar hutan tersebut. Seharusnya perusahaan-perusahaan industri juga peduli dengan keadaan hutan yang mereka gunakan sebagai media produksi. Mereka berkewajiban untuk menanam kembali pohon-pohon yang mereka tebang sehingga hutan tidak menjadi rusak dan gundul. Namun mereka seringkali mengabaikan hutan yang mereka gunakan dan masyarakat sekitarnya yang membutuhkan penghidupan dari hutan tersebut.



Namun bukan berarti semua perusahaan industri melakukan produksi dengan merusak hutan. Menurut data yang saya temukan, sebuah perusahaan industri bernama Riaupulp yang mengelola Hutan Tanaman Industri seluas 250.000 hektar itu memperoleh penghargaan di bidang pemeliharaan lingkungan hidup. Perusahaan penghasil pulp (bubur kertas) dan kertas yang sejak tahun 1994 lalu menerapkan kebijakan buka lahan tanpa bakar (no burn policy) itu menerima sertifikat Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).
Direktur CSR Riaupulp, Rudi Fajar, mengatakan, prestasi itu bisa diraih karena Riaupulp -- yang kini menjadi salah satu produsen pulp dan kertas terbesar di dunia ini--dalam mengelola kawasan hutan di area konsesinya tidak hanya mengacu pada profit. "Tetapi juga masalah planet (lingkungan) dan people (masyarakat sekitarnya). Hal itu dilakukan agar mereka tetap dapat menjaga kondisi hutan selagi mengembangkan produksinya.
Kita tidak dapat membiarkan eksploitasi hutan secara berlebihan dan perusakan hutan terus berjalan. saat ini dibutuhkan perusahaan berbasis sumber daya alam yang sejalan dengan peraturan pemerintah untuk menciptakan pengelolaan hutan yang lestari, memiliki nilai tambah bagi pemasaran, dan menjadi patron menjalankan bisnis berbasis sumber daya alam yang benar. Dengan sanksi tegas yang dibuat pemerintah, kita semua dapat berharap bahwa itulah solusi yang paling dibutuhkan untuk saat ini melihat ketidaktegasan pemerintah dalam masalah kehutanan. Dan diharapkan untuk semua perusahaan industri hutan di Indonesia agar selalu peduli dengan lingkungannya. Mereka harus mampu merawat lingkungannya agar hutan-hutan di Indonesia tidak menjadi rusak dan gundul. Menjaga hutan agar tidak rusak juga sama dengan mencegah berbagai macam bencana. Dengan itu Indonesiapun dapat selalu hijau dan maju dalam bidang industri kehutanan


~Radian Yudhanto XIS2 / 30~ SMA KOLESE GONZAGA

No comments:

Post a Comment